Heboh Di Media Sosial! Bayi Dikerok Sebagai Alternatif Pengobatan Medis,Solusi Atau Risiko Yang Harus Dihindari?

Baru-baru ini, sebuah video yang menunjukkan seorang bayi dengan punggung berwarna merah kebiruan setelah menjalani kerokan oleh seorang dukun menjadi viral di media sosial. Video ini memicu berbagai reaksi dari warganet, mulai dari keprihatinan hingga kemarahan terhadap praktik pengobatan tradisional yang dianggap berisiko bagi bayi. Dalam video tersebut, seorang ibu membawa bayinya yang belum genap setahun ke dukun karena bayi tersebut mengalami demam tinggi dan menangis terus-menerus. Dukun tersebut melakukan kerokan pada tubuh bayi dengan alasan untuk mengeluarkan 'angin jahat' dari tubuhnya, yang menyebabkan punggung bayi dan bagian tubuh lainnya menjadi merah kebiruan, menandakan adanya trauma pada kulit dan pembuluh darah di bawahnya. Kejadian ini dengan cepat menarik perhatian banyak orang, termasuk tenaga medis, yang mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk penyiksaan terhadap bayi yang masih rentan.
Sebelumnya,
sebuah video viral lain memperlihatkan seorang bayi berusia 13 bulan dengan
punggung memerah hingga kebiruan akibat kerokan yang dilakukan oleh
pengasuhnya. Video tersebut diunggah di TikTok pada 12 September 2023 dan
segera menjadi perbincangan hangat. Suntia Aulia, ibu bayi tersebut, mengatakan
bahwa ia mempercayakan pengasuhan anaknya kepada seorang pengasuh saat ia
bekerja. Namun, saat pulang, ia terkejut melihat punggung anaknya dipenuhi
bekas kerokan. Pengasuh tersebut menjelaskan bahwa ia melakukan kerokan karena
Baim tampak rewel, lemas, berkeringat dingin, dan kembung, dengan tujuan untuk
membantu bayi tersebut dengan cara yang biasa ia lakukan pada anak-anaknya.
Pandangan Medis: Bahaya Kerokan pada
Bayi
Menurut
para dokter dan ahli kesehatan anak, kerokan pada bayi sangat tidak disarankan
karena beberapa alasan berikut:
- Kulit Bayi yang Sangat Sensitif
Kulit bayi masih sangat tipis dan rentan, sehingga gesekan yang kuat dapat menyebabkan luka atau iritasi yang lebih parah dibandingkan pada orang dewasa. - Risiko Pecahnya Pembuluh Darah Kapiler
Bekas merah kebiruan yang muncul setelah kerokan bukanlah tanda penyembuhan, melainkan indikasi pecahnya pembuluh darah kapiler di bawah kulit. Pada bayi, kondisi ini bisa lebih berbahaya karena pembuluh darah mereka masih sangat rapuh. - Infeksi dan Peradangan
Luka akibat gesekan dengan benda keras berpotensi menjadi tempat berkembangnya bakteri dan kuman. Jika bayi terinfeksi kulit, hal ini bisa menyebabkan demam tinggi dan masalah kesehatan yang lebih serius. - Kurangnya Bukti Ilmiah Tentang Efektivitas Kerokan
Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung bahwa kerokan efektif untuk mengatasi penyakit seperti masuk angin. Justru, metode ini lebih banyak membawa risiko dibandingkan manfaat, terutama bagi bayi.
Sebagai
alternatif yang lebih aman, tenaga medis merekomendasikan beberapa cara untuk
meredakan keluhan kesehatan pada bayi, antara lain:
- Pijatan Lembut
: Pijatan ringan dengan minyak bayi dapat membantu meredakan ketegangan
dan meningkatkan sirkulasi darah tanpa merusak kulit bayi.
- Mandi Air Hangat
: Mandi dengan air hangat bisa membantu menenangkan bayi yang rewel atau
demam ringan.
- Kompres Hangat
: Untuk meredakan perut kembung, kompres hangat pada perut bayi dapat
menjadi pilihan yang lebih aman daripada kerokan.
- Konsultasi dengan Dokter : Jika bayi mengalami demam atau terus-menerus rewel,
segera konsultasikan dengan dokter atau tenaga medis profesional untuk
mendapatkan penanganan yang tepat.
Kedua kasus tersebut telah memicu perbincangan luas di media sosial. Beberapa warganet mengecam tindakan dukun dan pengasuh tersebut sebagai bentuk kekerasan terhadap anak. Banyak yang mengingatkan agar orang tua lebih mengutamakan pengobatan medis daripada praktik tradisional yang belum terbukti aman. Namun, sebagian orang masih membela metode ini dengan alasan bahwa kerokan adalah bagian dari tradisi yang telah lama dilakukan dan tidak selalu berbahaya jika dilakukan dengan benar. Meski demikian, dokter anak dan ahli kesehatan tetap memperingatkan agar praktik ini tidak dilakukan pada bayi. Beberapa dokter bahkan menyarankan agar kasus semacam ini diproses secara hukum demi melindungi hak anak.